Posts filed under ‘on the wheels’
kopaja di jalur busway
Saya senang ada kopaja di jalur busway. Membuat penumpang lebih tertib krn naik dan turun di halte busway. Namun ternyata mental supir dan keneknya masih perlu perbaikan. Utk masalah kecepatan dapat diatur. Masalah salip menyalip juga sudah hilang. Tapi bikin bus full lebih parah daripada fullnya tije. Yg lebih mengagetkan adalah kebiasaan kopaja yg keluar jalur busway pada jalur yg separatornya rendah. Baik utk menghindar dari jalur yg diokupasi oleh kendaraan lain, juga utk menaikkan atau menurunkan penumpang.
Walaupun kopaja bukan tije. Semestinya harus jadi perhatian bahwa selama mereka melaju di jalur busway tidak diperkenankan keluar utk naik turun penumpang sembarangan.
integrasi tije-aptb-kopaja
Saya senang melihat kerja sama yg baik dengan sharing facility utk bus tije, aptb dan kopaja. Namun disayangkan tiket masuknya tdk terintegrasi. Karena berbeda tarif. Bus tije Rp3500 setiap trip sedangkan aptb dan kopaja Rp5 ribu. Penumpang aptb dan kopaja dapat berpindah ke bus tije di halte transit tanpa membayar lagi. Sedangkan jika berpindah ke bus aptb dan kopaja lainnya malah harus membayar tiket lagi secara full.
Semestinya jika penumpang memasuki halte ia sdh membayar Rp3500 sehingga apabila kemudian memutuskan naik aptb atau kopaja maka ia cukup membayar kekurangannya yaitu Rp1500 saja. Bukan membayar full Rp5 ribu lagi. Sedangkan jika ia berpindah antar aptb atau kopaja di halte transit, penumpang masih ditarik utk membayar tiket lagi padahal ia tdk keluar halte.
Belum lagi supir kopaja sering lupa menutup pintu setelah keluar halte. Sepertinya masih kagok alias gagap krn selama ini menyupiri kopaja reguler. Tentu standar operasi di jalur busway harus ditegakkan. Demi keselamatan pengguna maupun lingkungan.
Konsep integrasi yg ditawarkan sepertinya masih tanggung. Jika memang mau full integration. Pengurus tije, aptb dan kopaja mesti bisa menerima manajemen operasi bersama. Supaya tdk membingungkan penumpang. Gunakan 1 tarif yg sama. Atau tdk ada membayar tiket di atas bus kpd kondektur. Karena sdh terintegrasi. Membayar tiket busway sama dengan membeli tiket aptb dan kopaja. Standar operasinya pun sama.
Busway makin parah
Tahun 2011, dimana setiap entitas berupaya lebih baik daripada tahun sebelumnya, ternyata kurang dirasakan bagi pengguna busway. Waktu tunggu yg semakin lama karena minimnya armada, walau datang lebih pagi, membuat pengguna kesiangan untuk ke tempat bekerja. Di milis, forum online dan berita ttg busway menunjukkan berkurangnya kinerja BLU Transjakarta. Tanpa harus menyalahkan beroperasinya koridor 9 dan 10, BLU TJ dituntut untuk meningkatkan pelayanan bagi para pengguna.
mengatur bus rute langsung
Pengelolaan busway di Jakarta memang baru dimulai 7 tahun yang lalu, namun pengelolaan bus sebagai angkutan umum telah dilakukan sejak awal republik ini berdiri. Tidak dapat dipungkiri masih banyak keluhan penumpang mengenai minimnya informasi umum yang dapat diperoleh ketika akan menggunakan busway sebagai pilihan angkutan mereka. Di antaranya adalah informasi tentang destinasi bus.
Sudah diketahui bahwa setiap koridor dinyatakan dalam kode angka. Pada setiap bus yang melalui koridor 6 Ragunan – Latuharhari akan ditandai dengan angka 6 di jendela depan bus, begitu pula pada bus dan koridor lainnya. Di setiap halte juga terpasang tanda halte terakhir dan halte berikutnya. Sejak adanya inovasi rute alternatif/langsung/ekspres, walau memudahkan banyak penumpang karena tidak harus turun-antri-naik bus di setiap interchange namun tidak diimbangi informasi memadai mengenai rute tersebut.
Antrian penumpang di halte utama tidak dibedakan, hanya diberitahukan melalui “teriakan” frontliner alias satgas penjaga pintu. Selain itu tidak ditempelkannya tanda rute alternatif secara konsisten di setiap kaca depan maupun di sisi pintu masuk bus yang disediakan. Walau hal ini masih uji coba, sebaiknya tetap dilakukan peningkatan kualitas pelayanan dalam perkembangannya, supaya pengguna busway makin merasakan kemudahan yang ditawarkan.
Feeder busway
Dari berbagai area perumahan di pinggiran kota Jakarta meluncur bus-bus ber-AC yang mengantar para penumpangnya ke terminal-terminal bus Transjakarta yang terdekat. Bus-bus yang disebut sebagai Feeder Busway itu menawarkan kenyamanan lebih bagi para penggunanya. Tentu dengan biaya yang lebih mahal daripada angkutan umum lainnya. Namun nampaknya kenyamanan saja tidak mampu membayar waktu yang terbuang karena kemacetan jalan di antara rumah dan terminal busway. Mungkin perlu dipikirkan solusinya supaya manfaat efisiensi busway juga dirasakan oleh pengguna bus feeder.
Kartu Jakcard untuk belanja
Pada awalnya kartu Jakcard sebagai mode pembayaran elektronik untuk tiket busway. Walaupun Bank DKI sebagai bank penerbit memiliki visi menjadikannya dompet elektronik serbaguna untuk segala pembayaran. Dan pada saat tulisan ini terbit, kartu Jakcard selain dapat digunakan di semua koridor busway, juga sudah dapat digunakan untuk berbelanja di Indomaret. Tinggal tunggu terobosan untuk membayar parkir di Park N Ride, membeli tiket kereta Jabotabek, membeli BBM dan lain-lain.
Rebutan tempat duduk
Ga cuma politisi aja yang suka rebutan kursi. Penumpang busway juga doyan. Maklum perjalanan masih jauh, berdiri tentu melelahkan. Mengabaikan poster di jendela bus tentang priority seat, dengan memejamkan mata atau menikmati peralatan audio. Tak peduli kecuali ditegur petugas.
Bayar tiket Busway pake Jakcard
Untuk menumpang busway setiap calon penumpang harus membeli tiket sekali jalan senilai Rp3500 untuk perjalanan jauh maupun dekat. Aktivitas di loket pun sibuk dengan kembalian dan antrian yang tentu saja memakan waktu. Para calon penumpang diharapkan menyiapkan uang pas jika mau cepat. Maka pembayaran dengan alat elektronik diadakan dengan harapan mempercepat antrian di loket.
Bank DKI memperkenalkan Jakcard sebagai kartu prabayar untuk membayar tiket busway. Tinggal tap, tiket pun didapat. Tak perlu menyiapkan uang pas atau menunggu kembalian, secara otomatis saldo berkurang. Jika habis pun dapat diisi ulang. Lebih praktis kan?
memaksa masuk
contoh lain kelakuan buruk penumpang busway adalah memaksa masuk ke dalam bus padahal sudah penuh. sering pintu bus sulit menutup karena para penumpang menumpuk di pintu.
bisa jadi hal ini karena habisnya kesabaran penumpang menunggu datangnya bus yang mau mengangkut, tapi mengabaikan keselamatan diri. lebih baik menumpang bus berikutnya yang masih ada ruang.
bagaimanapun, menjadi kewajiban pengelola busway menyediakan armada yang jumlahnya memadai sekaligus nyaman buat para penumpang.
menumpuk di pintu
salah satu kebiasaan buruk penumpang bus transjakarta adalah menumpuk di pintu. tak peduli masih ada ruang di bagian tengah atau depan. tentunya hal ini menyulitkan penumpang yang hendak keluar dan menghalangi calon penumpang yang akan masuk.
kondektur pun tak mampu berbuat banyak, karena sudah repot menjaga pintu. 😉